UDARA BERSIH JAKARTA DAN BANTEN DIREBUT PLTU

Indonesia saat ini tengah jadi sorotan dunia karena polusi udara yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Laporan tersebut diterima lewat situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 Wib, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5.

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi terjadinya polusi udara seperti ramainya penggunaan kendaraan,  industri dan PLTU. Penggunaan energi yang tepat akan dapat mendorong perbaikan kualitas udara yang ada di Jakarta. Namun hal tersebut nampaknya tidak dilakukan oleh Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah. Berdasarkan studi Vital Strategies, pembakaran batu bara menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta. Hampir seperlima polusi berasal dari pembakaran batu bara. Tak heran, Jakarta dihimpit 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km. Lebih parah, pada tahun 2020 lembaga penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mencatat bahwa Jakarta juga dikelilingi 118 fasilitas industri yang turut berkontribusi terhadap pencemaran udara di Jakarta.

Pada 16 September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga (citizen lawsuit) atas kasus pencemaran udara di Jakarta, yang diajukan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota). Dalam putusan CLS Pencemaran Udara tingkat pertama, Majelis Hakim secara terang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia alias Joko Widodo bersama tiga menterinya dinyatakan telah lalai menjalankan kewajiban dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pemerintah juga telah mengakibatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi buruk sehingga Para Penggugat CLS dan masyarakat Ibu Kota lainnya mengalami kerugian berupa munculnya pelbagai penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara Jakarta.

Dari hasil keputusan pengadilan hingga Polusi udara yang menduduki no 1 di dunia tidak dijalankan. Pemerintah beranggapan bahwa Polusi udara berasal dari aktivitas kendaraan. Sama sekali tidak menyebutkan PLTU juga jadi biang polusi udara. Tidak lama pemerintah kembali merevisi perkataannya bahwa PLTU ikut terlibat dalam pencemaran udara.

Keadaan Provinsi Banten

Banten yang dekat dengan Jakarta juga menjadi penyumbang polusi dari PLTU yang ada di Banten. Pada 05 Oktober 2017 Presiden Jokowi meresmikan pembangunan PLTU Suralaya 9&10 dan PLTU JAWA 7. Keduanya merupakan proyek ambisius Jokowi dengan 35.000 MegaWatt. Selain itu data yang diperoleh Pena Masyarakat di tahun 2021 terdapat 15 ribu industri yang ada di Banten. Maka sudah sangat jelas Provinsi Banten sangat dikepung oleh polusi dan masyarakat dipastikan rentan terhadap keadaan yang terjadi.

Sejak awal PLTU Suralaya 9 & 10 mendapat kecaman dari organisasi lingkungan dan masyarakat sipil karena berbagai resiko yang muncul terkait pembangunannya. Laporan berjudul “Racun Debu di Kampung Jawara” yang disusun Pena Masyarakat, Tren Asia dan WALHI Jakarta memaparkan proyek PLTU Suralaya 9 & 10 amat beresiko dari sisi lingkungan, ekonomi dan sosial. Analisis pemodelan dampak kesehatan PLTU  Suralaya 9 & 10 yang dilakukan Greenpeace Indonesia juga mengungkapkan perkiraan lebih dari 4700 kematian dini yang akan terjadi selama 30 tahun masa PLTU tersebut beroperasi.

Bukannya beralih pada energi yang bersih pemerintah justru menawarkan untuk beralih pada kendaraan listrik. Kapan kita bisa menghirup udara yang bersih dan sehat?

Referensi :

https://www.walhi.or.id/menjelang-putusan-kasasi-cls-udara-kualitas-udara-jakarta-semakin-memburuk-akibat-pemerintah-tidak-menjalankan-putusan-pengadilan

https://www.antaranews.com/berita/3678705/kualitas-udara-jakarta-terburuk-nomor-satu-di-dunia-pada-minggu-pagi

https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/46265/apa-penyebab-udara-jakarta-sangat-buruk/

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *